Senin, 31 Januari 2011

MEMBANGUN SISTEM AGRIBISNIS

Sejak Orde pembangunan dimulai di Indonesia, pemerintah dan rakyat Indonesia telah menetapkan Trilogi Pembangunan Nasional (pertumbuhan ekonomi yang tinggi, pemerataan pembangunan dan hasil pembangunan, stabilitas nasional yang mantap dan dinamis) sebagai doktrin pelaksanaan pembangunan nasional. Strategi dan kebijaksanaan, program-program pembangunan setiap sektor pembangunan nasional dijiwai dan mengacu pada pencapaian Trilogi Pembangunan Nasional tersebut. Upaya pencapaian Trilogi Pembangunan diwujudkan melalui pembangunan ekonomi dengan titik berat pada pertanian primer.
Selama 25 Tahun pembangunan ekonomi dengan titik berat pertanian berlangsung, pertumbuhan ekonomi mampu mencapai sekitar 7 persen pertahun, laju inflasi dapat dikendalikan dibawah dua digit, swasembada beras tercapai pada tahun 1984, pendapatan perkapita meningkat dari sekitar US $ 70 pada tahun 1969 menjadi sekitar US $ 700 pada akhir PJP I.
Dengan perubahan struktur perekonomian nasional yang demikian, pada tahap selanjutnya prioritas pembangunan ekonomi nasioanl mengalami perubahan. Pembangunan industri yang didukung oleh pertanian yang tangguh menjadi titik berat pembangunan ekonomi nasional. Disini muncul pertanyaan besar, bagaimana wujud pembangunan industri yang didukung pertanian tangguh. Disini dapat diartikan bahwa industri yang perlu dikembangkan adalah industri-industri yang mengolah hasil pertanian primer menjadi produk olahan, yakni agroindustri. Namun sekali lagi adalah bahwa agroindustri tidak mungkin berkembang dan bermanfaat bagi rakyat Indonesia, bila tidak didukung oleh pertanian primer sebagai penghasil bahan baku. Kemudian, pertanian primer tidak akan mampu berkembang bila tidak didukung oleh pengembangan industri-industri yang menghasilkan sarana produksi (industri hulu pertanian). Dan agroindustri, pertanian primer dan industri hulu pertanian tidak dapat berkembang dengan baik bila tidak didukung oleh sektor atau lembaga yang menyediakan jasa yang dibutuhkan.
B. AGRIBISNIS SEBAGAI SUATU SISTEM
Agribisnis sebagai suatu sistem adalah agribisnis merupakan seperangkat unsur yang secara teratur saling berkaitan sehingga membentuk suatu totalitas. Disini dapat diartikan bahwa agribisnis terdiri dari dari berbagai sub sistem yang tergabung dalam rangkaian interaksi dan interpedensi secara reguler, serta terorganisir sebagai suatu totalitas.
Adapun kelima mata rantai atau subsistem tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Subsistem Penyediaan Sarana Produksi
Sub sistem penyediaan sarana produksi menyangkut kegiatan pengadaan dan penyaluran. Kegiatan ini mencakup Perencanaan, pengelolaan dari sarana produksi, teknologi dan sumberdaya agar penyediaan sarana produksi atau input usahatani memenuhi kriteria tepat waktu, tepat jumlah, tepat jenis, tepat mutu dan tepat produk.
b. Subsistem Usahatani atau proses produksi
Sub sistem ini mencakup kegiatan pembinaan dan pengembangan usahatani dalam rangka meningkatkan produksi primer pertanian. Termasuk kedalam kegiatan ini adalah perencanaan pemilihan lokasi, komoditas, teknologi, dan pola usahatani dalam rangka meningkatkan produksi primer. Disini ditekankan pada usahatani yang intensif dan sustainable (lestari), artinya meningkatkan produktivitas lahan semaksimal mungkin dengan cara intensifikasi tanpa meninggalkan kaidah-kaidah pelestarian sumber daya alam yaitu tanah dan air. Disamping itu juga ditekankan usahatani yang berbentuk komersial bukan usahatani yang subsistem, artinya produksi primer yang akan dihasilkan diarahkan untuk memenuhi kebutuhan pasar dalam artian ekonomi terbuka
c. Subsistem Agroindustri/pengolahan hasil
Lingkup kegiatan ini tidak hanya aktivitas pengolahan sederhana di tingkat petani, tetapi menyangkut keseluruhan kegiatan mulai dari penanganan pasca panen produk pertanian sampai pada tingkat pengolahan lanjutan dengan maksud untuk menambah value added (nilai tambah) dari produksi primer tersebut. Dengan demikian proses pengupasan, pembersihan, pengekstraksian, penggilingan, pembekuan, pengeringan, dan peningkatan mutu.
d. Subsistem Pemasaran
Sub sistem pemasaran mencakup pemasaran hasil-hasil usahatani dan agroindustri baik untuk pasar domestik maupun ekspor. Kegiatan utama subsistem ini adalah pemantauan dan pengembangan informasi pasar dan market intelligence pada pasar domestik dan pasar luar negeri.
e. Subsistem Penunjang
Subsistem ini merupakan penunjang kegiatan pra panen dan pasca panen yang meliputi :
  • Sarana Tataniaga
  • Perbankan/perkreditan
  • Penyuluhan Agribisnis
  • Kelompok tani
  • Infrastruktur agribisnis
  • Koperasi Agribisnis
  • BUMN
  • Swasta
  • Penelitian dan Pengembangan
  • Pendidikan dan Pelatihan
  • Transportasi
  • Kebijakan Pemerintah
C. STRATEGI PENGEMBANGAN SISTEM AGRIBISNIS
1. Pembangunan Agribisnis merupakan pembangunan industri dan pertanian serta jasa yang dilakukan sekaligus, dilakukan secara simultan dan harmonis. Hal ini dapat diartikan bahwa perkembangan pertanian, industri dan jasa harus saling berkesinambungan dan tidak berjalan sendiri-sendiri. Yang sering kita dapatkan selama ini adalah industri pengolahan (Agroindustri) berkembang di Indonesia, tapi bahan bakunya dari impor dan tidak (kurang) menggunakan bahan baku yang dihasilkan pertanian dalam negeri. Dipihak lain, peningkatan produksi pertanian tidak diikuti oleh perkembangan industri pengolahan ( Membangun industri berbasis sumberdaya domestik/lokal). Sehingga perlu pengembangan Agribisnis Vertikal.
2. Membangun Agribisnis adalah membangun keunggulan bersaing diatas keunggulan komparatif yaitu melalui transformasi pembangunan kepada pembangunan yang digerakkan oleh modal dan selanjutnya digerakkan oleh inovasi. Sehingga melalui membangun agribisnis akan mampu mentransformasikan perekonomian Indonesia dari berbasis pertanian dengan produk utama (Natural resources and unskill labor intensive) kepada perekonomian berbasis industri dengan produk utama bersifat Capital and skill Labor Intesif dan kepada perekonomian berbasis inovasi dengan produk utama bersifat Innovation and skill labor intensive. Dalam arti bahwa membangun daya saing produk agribisnis melalui transformasi keunggulan komparatif menjadi keunggulan bersaing, yaitu dengan cara:
· Mengembangkan subsistem hulu (pembibitan, agro-otomotif, agro-kimia) dan pengembangan subsistem hilir yaitu pendalaman industri pengolahan ke lebih hilir dan membangun jaringan pemasaran secara internasional, sehingga pada tahap ini produk akhir yang dihasilkan sistem agribisnis didominasi oleh produk-produk lanjutan atau bersifat capital and skill labor intensive.
· Pembangunan sistem agribisnis yang digerakkan oleh kekuatan inovasi. Pada tahap ini peranan Litbang menjadi sangat penting dan menjadi penggerak utama sistem agribisnis secara keseluruhan. Dengan demikian produk utama dari sistem agribisnis pada tahap ini merupakan produk bersifat Technology intensive and knowledge based.
· Perlu orientasi baru dalam pengelolaan sistem agribisnis yang selama ini hanya pada peningkatan produksi harus diubah pada peningkatan nilai tambah sesuai dengan permintaan pasar serta harus selalu mampu merespon perubahan selera konsumen secara efisien..
3. Menggerakkan kelima subsistem agribisnis secara simultan, serentak dan harmonis. Oleh karena itu untuk menggerakkan Sistem agribisnis perlu dukungan semua pihak yang berkaitan dengan agribisnis/ pelaku-pelaku agribisnis mulai dari Petani, Koperasi, BUMN dan swasta serta perlu seorang Dirigent yang mengkoordinasi keharmonisan Sistem Agribisnis.
4. Menjadikan Agroindustri sebagai A Leading Sector. Agroindustri adalah industri yang memiliki keterkaitan ekonomi (baik langsung maupun tidak langsung) yang kuat dengan komoditas pertanian. Keterkaitan langsung mencakup hubungan komoditas pertanian sebagai bahan baku (input) bagi kegiatan agroindustri maupun kegiatan pemasaran dan perdagangan yang memasarkan produk akhir agroindustri. Sedangkan keterkaitan tidak langsung berupa kegiatan ekonomi lain yang menyediakan bahan baku (input) lain diluar komoditas pertanian, seperti bahan kimia, bahan kemasan, dll. Dalam mengembangkan agroindustri, tidak akan berhasil tanpa didukung oleh agroindustri penunjang lain seperti industri pupuk, industri pestisida, industri bibit/benih, industri pengadaan alat-alat produksi pertanian dan pengolahan agroindustri seperti industri mesin perontok dan industri mesin pengolah lain. Dikatakan Agroindustri sebagai A Leading Sector apabila memiliki karakteristik sebagai berikut:
a. Memiliki pangsa yang besar dalam perekonomian secara keseluruhan sehingga kemajuan yang dicapai dapat menarik pertumbuhan perekonomian secara total.
b. Memiliki pertumbuhan dan nilai tambah yang relatif tinggi.
c. Memiliki keterkaitan ke depan dan ke belakang yang cukup besar sehingga mampu menarik pertumbuhan banyak sektor lain.
d. Keragaan dan Performanya berbasis sumberdaya domestik sehingga efektif dalam membangun daerah serta kuat dan fleksibel terhadap guncangan eksternal.
e. Tingginya elastisitas harga untuk permintaan dan penawaran.
f. Elastisitas Pendapatan untuk permintaan yang relatif besar
g. Angka pengganda pendapatan dan kesempatan kerja yang relatif besar
h. Kemampuan menyerap bahan baku domestik
i. Kemampuan memberikan sumbangan input yang besar.
5. Membangun Sistem agribisnis melalui pengembangan Industri Perbenihan
Industri Perbenihan merupakan mata rantai terpenting dalam pembentukan atribut produk agribisnis secara keseluruhan. Atribut dasar dari produk agribisnis seperti atribut nutrisi (kandungan zat-zat nutrisi) dan atribut nilai (ukuran, penampakan, rasa, aroma dan sebagainya) serta atribut keamanan dari produk bahan pangan seperti kandungan logam berat, residu pestisida, kandungan racun juga ditentukan pada industri perbenihan. Untuk membangun industri perbenihan diperlukan suatu rencana strategis pengembangan industri perbenihan nasional. Oleh karena itu pemda perlu mengembangkan usaha perbenihan (benih komersial) berdasar komoditas unggulan masing-masing daerah, yang selanjutnya dapat dikembangkan menjadi industri perbenihan modern. Pada tahap berikutnya daerah-daerah yang memiliki kesamaan agroklimat dapat mengembangkan jenjang benih yang lebih tinggi seperti jenjang benih induk,
6. Dukungan Industri Agro-otomotif dalam pengembangan sistem agribisnis.
Dalam rangka memodernisasi agribisnis daerah, perlu pengembangan banyak jenis dan ragam produk industri agro-otomotif untuk kepentingan setiap sub sistem agribisnis. Untuk kondisi di Indonesia yang permasalahannya adalah skala pengusahaan yang relatif kecil, tidak ekonomis bila seorang petani memiliki produk agro-otomotif karena harganya terlalu mahal. Oleh karena itu perlu adanya rental Agro-otomotif yang dilakukan oleh Koperasi Petani atau perusahaan agro-otomotif itu sendiri.
Dukungan Industri Pupuk dalam pengembangan sistem agribisnis.
Pada waktu yang akan datang industri pupuk perlu mengembangkan sistem Networking baik vertikal(dari hulu ke hilir) maupun Horisontal (sesama perusahaan pupuk), yaitu dengan cara penghapusan penggabungan perusahaan pupuk menjadi satu dimana yang sekarang terjadi adalah perusahaan terpusat pada satu perusahaan pupuk pemerintah. Oleh karena perusahaan-perusahaan pupuk harus dibiarkan secara mandiri sesuai dengan bisnis intinya dan bersaing satu sama lain dalam mengembangkan usahanya. Sehingga terjadi harmonisasi integrasi dalam sistem agribisnis. Serta perlu dikembangkan pupuk majemuk, bukan pupuk tunggal yang selama ini dikembangkan.
7. Pengembangan Sistem Agribisnis melalui Reposisi Koperasi Agribisnis.
Perlu adanya perubahan fungsi/paradigma Koperasi Agribisnis, yaitu untuk:
a. Meningkatkan kekuatan debut-tawar (bargaining position) para anggotanya.
b. Meningkatkan daya saing harga melalui pencapaian skala usaha yang lebih optimal.
c. Menyediakan produk atau jasa, yang jika tanpa koperasi tidak akan tersedia.
d. Meningkatkan peluang pasar
e. Memperbaiki mutu produk dan jasa
f. Meningkatkan pendapatan
g. Menjadi Wahana Pengembangan ekonomi rakyat
h. Menjadikan koperasi sebagai Community based organization, keterkaitan koperasi dengan anggota dan masyarakat sekitar merupakan hal yang paling esensial dalam memperjuangkan kepentingan rakyat.
i. Melakukan kegiatan usaha yang sejalan dengan perkembangan kegiatan ekonomi anggota.
j. Perlu mereformasi diri agar lebih fokus pada kegiatan usahanya terutama menjadi koperasi pertanian dan mengembangkan kegiatan usahanya sebagai koperasi agribisnis. Perlu kegiatan-kegiatan usaha yang mendukung distribusi, pemasaran dan agroindustri berbasis sumberdaya lokal serta perlu melakukan promosi untuk memperoleh citra positif layaknya sebuah koperasi usaha misalnya: Koperasi Agribisnis atau Koperasi Agroindustri atau Koperasi Agroniaga yang menangani kegiatan usaha mulai dari hulu sampai ke hilir.
8. Pengembangan Sistem Agribisnis melalui pengembangan sistem informasi agribisnis. Dalam membangun sistem informasi agribisnis, ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan adalah informasi produksi, informasi proses, distribusi, dan informasi pengolahan serta informasi pasar.
9. Tahapan pembangunan cluster Industri Agribisnis.
Tahapan pembangunan sistem agribisnis di Indonesia:
a. Tahap kelimpahan faktor produksi yaitu Sumberdaya Alam dan Tenaga Kerja tidak terdidik. Serta dari sisi produk akhir, sebagian besar masih menghasilkan produk primer. Perekonomian berbasis pada pertanian.
b. Akan digerakkan oleh kekuatan Investasi melalui percepatan pembangunan dan pendalaman industri pengolahan serta industri hulu pada setiap kelompok agribisnis. Tahap ini akan menghasilkan produk akhir yang didominasi padat modal dan tenaga kerja terdidik, sehingga selain menambah nilai tambah juga pangsa pasar internasional. Perekonomian berbasis industri pada agribisnis.
c. Tahap pembangunan sistem agribisnis yang didorong inovasi melalui kemajuan teknologi serta peningkatan Sumberdaya manusia.Tahap ini dicirikan kemajuan Litbang pada setiap sub sistem agribisnis sehingga teknologi mengikuti pasar. Perekonomian akan beralih dari berbasis Modal ke perekonomian berbasis Teknologi.
10. Membumikan pembangunan sistem Agribisnis dalam otonomi daerah
Pembangunan Ekonomi Desentralistis-Bottom-up, yang mengandalkan industri berbasis Sumberdaya lokal. Pembangunan ekonomi nasional akan terjadi di setiap daerah.
11. Dukungan perbankan dalam pengembangan sistem agribisnis di daerah.
Untuk membangun agribisnis di daerah, peranan perbankan sebagai lembaga pembiayaan memegang peranan penting. Ketersediaan skim pembiayaan dari perbankan akan sangat menentukan maju mundurnya agribisnis daerah. Selama ini yang terjadi adalah sangat kecilnya alokasi kredit perbankan pada agribisnis daerah, khususnya pada on farm agribisnis. Selama 30 tahun terakhir, keluaran kredit pada on farm agribisnis di daerah hanya kurang dari 20 % dari total kredit perbankan. Padahal sekitar 60 % dari penduduk Indonesia menggantungkan kehidupan ekonominya pada on farm agribisnis. Kecilnya alokasi kredit juga disebabkan dan diperparah oleh sistem perbankan yang bersifat Branch Banking System. Sistem Perbankan yang demikian selama ini, perencanaan skim perkreditan (jenis, besaran, syarat-syarat) ditentukan oleh Pusat bank yang bersangkutan/sifatnya sentralistis, yang biasanya menggunakan standart sektor non agribisnis, sehingga tabungan yang berhasil dihimpun didaerah, akan disetorkan ke pusat, yang nantinya tidak akan kembali ke daerah lagi. Oleh karena itu perlunya reorientasi Perbankan, yaitu dengan merubah sistem perbankan menjadi sistem Unit Banking system (UBS), yakni perencanaan skim perkreditan didasarkan pada karakteristik ekonomi lokal. Kebutuhan kredit antara subsistem agribisnis berbeda serta perbedaan juga terjadi pada setiap usaha dan komoditas. Prasyarat agunan kredit juga disesuaikan. Disamping agunan lahan atau barang modal lainnya, juga bisa penggunaan Warehouse Receipt System (WRS) dapat dijadikan alternatif agunan pada petani. .WRS adalah suatu sistem penjaminan dan transaksi atas surat tanda bukti (Warehouse Receipt).
12. Pengembangan strategi pemasaran
Pengembangan strategi pemasaran menjadi sangat penting peranannya terutama menghadapi masa depan, dimana preferensi konsumen terus mengalami perubahan, keadaan pasar heterogen. Dari hal tersebut, sekarang sudah mulai mengubah paradigma pemasaran menjadi menjual apa yang diinginkan oleh pasar (konsumen). Sehingga dengan berubahnya paradigma tersebut, maka pengetahuan yang lengkap dan rinci tentang preferensi konsumen pada setiap wilayah, negara, bahkan etnis dalam suatu negara, menjadi sangat penting untuk segmentasi pasar dalam upaya memperluas pasar produk-produk agribisnis yang dihasilkan. Selain itu diperlukan juga pemetaan pasar (market mapping) yang didasarkan preferensi konsumen, yang selanjutnya digunakan untuk pemetaan produk (product mapping).. Selain itu juga bisa dikembangkan strategi pemasaran modern seperti strategi aliansi antar produsen, aliansi produsen-konsumen, yang didasarkan pada kajian mendalam dari segi kekuatan dan kelemahan.
13. Pengembangan sumberdaya agribisnis. Dalam pengembangan sektor agribisnis agar dapat menyesuaikan diri terhadap perubahan pasar, diperlukan pengembangan sumberdaya agribisnis, khususnya pemanfaatan dan pengembangan teknologi serta pembangunan kemampuan Sumberdaya Manusia (SDM) Agribisnis sebagai aktor pengembangan agribisnis. Dalam pengembangan teknologi, yang perlu dikembangkan adalah pengembangan teknologi aspek: Bioteknologi, teknologi Ekofarming, teknologi proses, teknologi produk dan teknologi Informasi. Sehingga peran Litbang sangatlah penting. Untuk mendukung pengembangan jaringan litbang diperlukan pengembangan sistem teknologi informasi yang berperan mengkomunikasikan informasi pasar, mengefektifkan arus informasi antar komponen jaringan, mengkomunikasikan hasil-hasil litbang kepada pengguna langsung dan mengkomunikasikan konsep dan atribut produk agribisnis kepada konsumen. Dalam pengembangan SDM Agribisnis perlu menuntut kerjasama tim (team work) SDM Agribisnis yang harmonis mulai dari SDM Agribisnis pelaku langsung dan SDM Agribisnis pendukung sektor agribisnis.
14. Penataan dan pengembangan struktur Agribisnis. Struktur agribisnis yang tersekat-sekat telah menciptakan masalah transisi dan margin ganda. Oleh karena itu penataan dan pengembangan struktur agribisnis nasional diarahkan pada dua sasaran pokok yaitu:
a. Mengembangkan struktur agribisnis yang terintegrasi secara vertikal mengikuti suatu aliran produk (Product Line) sehingga subsektor agribisnis hulu, subsektor agribisnis pertanian primer dan subsektor agribisnis hilir berada dalam suatu keputusan manajemen.
b. Mengembangkan organisasi bisnis (ekonomi) petani/koperasi agribisnis yang menangangani seluruh kegiatan mulai dari subsistem agribisnis hulu sampai dengan subsistem agribisnis hilir, agar dapat merebut nilai tambah yang ada pada subsistem agribisnis hulu dan subsistem agribisnis hilir.
Dalam penataan tersebut, ada 3 bentuk :
1. Pengembangan koperasi agribisnis dimana petani tetap pada subsektor agribisnis usahatani, sementara kegiatan subsektor agribisnis hulu dan hilir ditangani koperasi agribisnis milik petani.
2. Pengembangan Agribisnis Integrasi Vertikal dengan pola usaha patungan (Joint Venture). Pada bentuk ini pelaku ekonomi pada subsektor hulu, primer dan hilir yang selama ini dikerjakan sendiri-sendiri harus dikembangkan dalam perusahaan agribisnis bersama yang dikelola oleh orang-orang profesional.
3. Pengembangan Agribisnis Integratif Vertikal dengan pola pemilikan Tunggal/Grup/Publik, yang pembagian keuntungannya didasarkan pada pemilikan saham
15. Pengembangan Pusat Pertumbuhan Sektor Agribisnis. Perlu perubahan orientasi lokasi agroindustri dari orientasi pusat-pusat konsumen ke orientasi sentra produksi bahan baku, dalam hal ini untuk mengurangi biaya transportasi dan resiko kerusakan selama pengangkutan. Oleh karena itu perlu pengembangan pusat-pusat pertumbuhan sektor agribisnis komoditas unggulan yang didasarkan pada peta perkembangan komoditas agribisnis, potensi perkembangan dan kawasan kerjasama ekonomi. Serta berdasar Keunggulan komparatif wilayah. Perencanaan dan penataan perlu dilakukan secara nasional sehingga akan terlihat dan terpantau keunggulan setiap propinsi dalam menerapkan komoditas agribisnis unggulan yang dilihat secara nasional/kantong-kantong komoditas agribisnis unggulan, yang titik akhirnya terbentuk suatu pengembangan kawasan agribisnis komoditas tertentu.
16. Pengembangan Infrastruktur Agribisnis. Dalam pengembangan pusat pertumbuhan Agribisnis, perlu dukungan pengembangan Infrastruktur seperti jaringan jalan dan transportasi (laut, darat, sungai dan udara), jaringan listrik, air, pelabuhan domestik dan pelabuhan ekspor dan lain-lain.
17. Kebijaksanaan terpadu pengembangan agribisnis. Ada beberapa bentuk kebijaksanaan terpadu dalam pengembangan agribisnis.
a. Kebijaksanaan pengembangan produksi dan produktivitas ditingkat perusahaan.
b. Kebijaksanaan tingkat sektoral untuk mengembangkan seluruh kegiatan usaha sejenis.
c. Kebijaksanaan pada tingkat sistem agribisnisyang mengatur keterkaitan antara beberapa sektor.
d. Kebijaksanaan ekonomi makro yang mengatur seluruh kegiatan perekonomian yang berpengaruh langsung maupun tidak langsung terhadap agribisnis.
Beberapa kebijaksanaan operasional untuk mengatasi masalah dan mengembangkan potensi, antara lain:
1. Mengembangkan forum komunikasi yang dapat mengkoordinasikan pelaku-pelaku kegiatan agribisnis dengan penentu-penentu kegiatan agribisnis dengan penentu-penentu kebijaksanaan yang dapat mempengaruhi sistem agribisnis keseluruhan, atau subsistem didalam agribisnis.
2. Forum tersebut terdiri dari perwakilan departemen terkait.
3. Mengembangkan dan menguatkan asosiasi pengusaha agribisnis.
4. Mengembangkan kegiatan masing-masing subsistem agribisnis untuk meningkatkan produktivitas melalui litbang teknologi untuk mendorong pasar domestik dan internasional.
18. Pengembangan agribisnis berskala kecil. Ada 3 kebijaksanaan yang harus dilakukan adalah:
a. Farming Reorganization
Reorganisasi jenis kegiatan usaha yang produktif dan diversifikasi usaha yang menyertakan komoditas yang bernilai tinggi serta reorganisasi manajemen usahatani. Dalam hal ini disebabkan karena keterbatasan lahan yang rata-rata kepemilikan hanya 0,1 Ha.
b. Small-scale Industrial Modernization
Modernisasi teknologi, modernisasi sistem, organisasi dan manajemen, serta modernisasi dalam pola hubungan dan orientasi pasar.
c. Services Rasionalization
Pengembangan layanan agribisnis dengan rasionalisasi lembaga penunjang kegiatan agribisnis untuk menuju pada efisiensi dan daya saing lembaga tersebut. Terutama adalah lembaga keuangan pedesaan, lembaga litbang khususnya penyuluhan.
19. Pembinaan Sumberdaya Manusia untuk mendukung pengembangan agribisnis dan ekonomi pedesaan. Dalam era Agribisnis, aktor utama pembangunan agribisnis dan aktor pendukung pembangunan agribisnis perlu ada pembinaan kemampuan aspek bisnis, manajerial dan berorganisasi bisnis petani serta peningkatan wawasan agribisnis. Dalam hal ini perlu reorientasi peran penyuluhan pertanian yang merupakan lembaga pembinaan SDM petani. Oleh karena itu perlu peningkatan pendidikan penyuluh baik melalui pendidikan formal, kursus singkat, studi banding. Serta perlu perubahan fungsi BPP yang selama ini sebagai lembaga penyuluhan agro-teknis, menjadi KLINIK KONSULTASI AGRIBISNIS
20. Pemberdayaan sektor agribisnis sebagai upaya penaggulangan krisis pangan dan Devisa. Perlu langkah-langkah reformasi dalam memberdayakan sektor agribisnis nasional, yaitu:
a. Reformasi strategi dan kebijakan industrialisasi dari industri canggih kepada industri agribisnis domestik.
b. Kebijakan penganekaragaman pola konsumsi berdasar nilai kelangkaan bahan pangan.
c. Reformasi pengelolaan agribisnis yang integratif, yaitu melalui satu Departemen yaitu DEPARTEMEN AGRIBISNIS
d. Pengembangan agribisnis yang integrasi vertikal dari hulu sampai hilir melalui koperasi agribisnis.

Peluang usaha agribisnis kripik buah dan kripik sayur

Seperti yang kita ketahui bersama, kita kaya sekali akan berbagai macam buah dan sayur. Hampir di setiap daerah menghasilkan komoditas ini, bahkan di beberapa daerah mempunyai komoditas unggulan berbagai macam buah dan sayur. Namun sayang sekali pengelolaan komoditas ini masih terbatas. Seringkali kita melihat harga buah dan sayur jatuh pada saat puncak panen. Hal ini disebabkan penanganan buah dan sayur hanya untuk konsumsi segar saja, padahal buah dan sayur termasuk produk yang cepat rusak (perishable).
Alternatif solusinya adalah dengan memanfaatkan buah dan sayur termasuk sebagai bahan baku industri pangan olahan. Dengan pengolahan ini dapat meningkatkan nilai tambah produk sekaligus meningkatkan nilai ekonominya serta menjaga stabilitas harga di pasaran. Industri pangan olahan untukbuah dan sayur yang prospektif pada saat ini adalah pengolahan buah dan sayur menjadi kripik buah maupun kripik sayur.
Berbagai macam buah dan sayur yang ada disekitar kita, dapat diolah menjadi pangan olahan kripik berbentuk kripik. Buah-buahan yang dapat diolah menjadi kripik buah dan telah banyakbanyak diolah antara lain nangka, nanas, apel, wortel, salak, mangga, melon dan lainya. Sedangkan sayur-sayuran yang banyak diolah antara lain waluh/labu, pepaya, terung, buncis, kacang panjang, mentimun, jamur tiram dan sebagainyal.
Dengan menggunakan mesin dan peralatan lainya, buah dan sayur itu, bisa kita tingkatkan nilainya sehingga menjadi komoditi dengan nilai jual tinggi. Pada saat ini yang paling banyak dipakai dan effisien dalam mengolah kripik buah dan sayur adalah mesin penggoreng hampa udara ( vacuum frying).
Pemakaian mesing penggoreng ini lebih menguntungkan, selain operasinya yang tidak rumit suhu selama proses penggorengan juga bisa diatur sesuai dengan bahan yang digoreng dan yang lebih bagus lagi adalah proses penggorengan dilakukan pada rendah yang terkontrol, yaitu pada suhu antara 80 – 85 derajat celcius sehingga buah dan sayur yang digoreng tidak berubah warna / gosong. Warna buah dan sayur yang diolah tetap sesuai warna aslinya. Tentu ini sangat menarik, bukan?
Sistem Kerja Vacuum Frying.
Sistim kerja mesin vacuum frying (pengering buah) sangat sederhana. Konstruksi mesin kompak dan sederhana sehingga tiddak memakan tempat dan memudahkan dalam pengoperasianya. Sistem kerjanya sebagai berikut. Buah / sayur digoreng pada mesin vacuum fryer, dengan medium minyak goreng. Pemanasan minyak goreng disetting pada suhu rendah antara 80-85 derajat celcius. Pemanasan ini menggunakan bahan bakar LPG. Untuk mempercepat penggorengan, maka dilakukan penyedotan kandungan air pada buah dengan cara pemvakuman. Pemvakuman ini menggunakan pompa khusus, dengan tenaga listrik.
Selama penggorengan suhu penggorengan terkontrol otomatis pada suhu 80-85 derajat celcius. Suhu rendah yang terkontrol ini menjadikan buah dan sayur yang digoreng tetap pada warna aslinya, tidak berubah warna atau gosong seperti kita mennggoreng secara konvensional pada umumnya. Sehingga jika kita mengolah nangka menjadi kripik maka warna asli nangka yang kekuning-kuningan tetap ada. Ini tentu sangat menarik dan mengundang bagi para konsumen.
Selain itu kelebihan lainya, adalah buah dan sayur yang diolah menjadi kripik dengan proses penggorengan Vacuum Frying ini nutrisi yang dikandung pada buah dan sayur tidak hilang selama proses penggorengan. Karena proses penggorengan dilakukan pada suhu rendah yang terkontrol yaitu pada suhu antara 80 – 85 derajat celcius disertai dengan proses pemvakuman (hampa udara). Penggorengan juga dilakukan dengan tanpa penambahan zat pewarna maupun zat perasa (MSG) sehingga produk tetap dengan warna alaminya dan rasa asli dari buah dan sayur tersebut. Sehingga kualitas produk tetap terjaga dan hasilnya adalah kripik buah dan sayur yang renyah, kering, tanpa / sedikit minyak, tanpa zat tambahan dan alami.
Cara membuat keripik buah dan sayur dengan mesin vacuum frying ini sangat sederhana dan mudah dilakukan. Prosesnya adalah sebagai berikut :
1. Buah dikupas dan iris sesuai dengan keinginan kita.
2. Buah / sayur dimasukan ke mesin.
3. Kripik buah / sayur akan matang dalam waktu antara 40 – 60 menit.
Peluang Usaha
Peluang usaha pengolahan kripik buah dan sayur ini masih terbuka lebar. bahan bakunya mudah diperoleh dan sangat melimpah di sekitar kita. Pasarnya masih terbuka lebar, masih banyak para pengusaha pengolahan in yang belum mampu memenuhi pesanan. Secara ekonomis, usaha ini sangat menguntungkan. Keuntungannya bisa mencapai 100 persenn dengan perkiraan modal bisa kembali sekitar 4 – 6 bulan sudah bisa mencapai BEP. Harga jualnyapun sangat tinggi, dipasaran harga kripik buah dan sayur ini berkisar antara Rp.60.000 – Rp. 100. 000 per kilogram.
Mesin vacuum frying ini dapat diperoleh dengan mudah di pasaran. Sekarang ini banyak produsen yang menyediakan mesin ini dengan harga relatif murah. Kapasitasnyapun bervariasi dari yang paling kecil antara 1, 5 kilogram sampai 50 kilo gram sekali proses penggorengan. Tinggal kita sesuaikan saja dengan modal dan skala usaha kita.
Terutama bagi kelompok tani atau gapoktan ini sebenarnya peluang usaha yang bisa digarap di perdesaan, tinggal memanfaatkan produksi buah dan sayur dari anggota dan kelompok tani/gapoktan yang menyediakan mesinya. Gapoktan bisa menjaga harga buah dan sayur anggotanya dengan menampung produksinya, kemudian diolah di unit usaha gapoktan yang membidangi pengolahan dan pemasaran hasil. Kalau ini berjalan dengan baik maka ekonomi perdesaan akan tumbuh dan berkembang dengan baik.

Peluang usaha budidaya cabe

Meroketnya harga cabe beberapa pekan terakhir hingga menembus 100 ribu rupiah per kilogram cukup menyentak konsumen di tanah air.  Kenaikan harga yang sangat melonjak ini sungguh merepotkan bagi para konsumen baik rumah tangga, rumah makan, warung maupun industri olahan baik skala rumah tangga maupun besar.  Kenaikan harga cabe yang luar biasa ini dimungkinkan karena kurangnya pasokan dari beberapa sentra cabe,  akibat terkena banjir maupun serangan OPT (hama penyakit).

Kenaikan harga cabe ini sebenarnya merupakan peluang bagi kita untuk mengembangkan budidaya cabe pada lahan-lahan baru yang potensial.  Gejolak harga cabe ini juga disebabkan tergantungnya pasokan cabe pada beberapa sentra produksi di Jawa dan Sumatra.  Jika sentra cabe  di pulau Jawa mengalami gangguan produksi karena banjir atau serangan OPT maka pasokan juga akan berkurang yang mengakibatkan harga juga akan melonjak.  Seharusnya kita bisa mengembangkannya di kawasan lain sehingga tidak tergantung pada sentra cabe tertentu seperti Brebes misalnya. Padahal cabe dapat dibudidayakan baik didataran tinggi maupun rendah, cabe memerlukan lahan yang subur dengan tingkat kemasaman (pH) antara 5 -6.  Namun budidaya cabe juga berisiko berkaitan dengan penguasan teknis budidaya, penyediaan pembiayaan, iklim / cuaca, serangan organisme pengganggu tanaman (hama/penyakit) maupun stabilitas harga.
Sebenarnya budidaya cabe bukanlah sesuatu yang tidak bisa dikuasai dengan baik oleh para petani.  Sudah banyak teknis budidaya cabe ini yang di bahas baik oleh para pakar maupun agronom, secara umum budidaya cabe meliputui persiapan lahan, persemaian, penanaman, pemeliharan, pengendalian OPT dan pemanenan.
  1. Persiapan Lahan. Lahan diolah sempurna dengan dibajak dan digaru, namun sebelumnya ditebarkan pupuk kandang terlebih dulu dengan takaran 0,5 – 1 ton per hektar dan dibiarkan selama 1 minggu.  Selanjutnya ditaburkan kapur pertanian (Kaptan, Dolomit) sebanyak 0, 25 ton per 1.000 m persegi.  Tahapan selanjutnya di buat bedengan dengan ukuran lebar 100 cm dan ukuran parit selebar 80-100 cm.    Bedengan kemudian di tutup dengan mulsa baik dari sisa – sisa panen (jerami) maupun memakai mulsa plastik hitam perak dan dibuat jarak tanam 60 cm x 70 cm dengan pola zig zag. Biarkan selama 1 – 2 minggu.
  2. Persemaian bibit.  Sebelum disemaikan benih di rendam terlebih dulu dengan air hangat kemudian baru diperam selama semalam.  Persemaian dibuat dengan arah ke timur dengan naungan plastik, rumbia atau daun kelapa.  Media tumbuh untuk persemaian terdiri dari campuran tanah dengan pupuk kandang / kompos yang telah disaring terlebih dulu dengan perbandingan 3 : 1.  Kemudian masukan media tumbuh dalam polibag ukuran 4 x 6 cm.   Benih diletakkan secara hati-hati dalam polibag lalu ditutup dengan lapisan tipis campuran tanah dan pupuk kandang / kompos.  Persemaian selalu dijaga kelembabanya dengan menyiram air pada pagi dan sore hari.
  3. Penanaman. Bibit ditanam setelah bibit berumur 2 – 3 minggu.  Bibit memiliki daun antara 5 – 6 helai.  Sebelum tanam pilihlah bibit yang tumbuh normal, pertumbuhanya bagus dan pilih bibit yang tidak diserang hama/penyakit.  Sebelum ditanam dilepas dulu polibagnya, baru bibit dimasukkan ke ke lubang tanam dan tutup dengan tanah yang dicampur dengan pupuk kandang/kompos.  Penanaman dilakukan pada pagi atau sore hari.  Selesai tanam bibit disiram dengan air atau dicampur dengan pupuk organik cair (POC).
  4. Pengendalian OPT.  Pengendalian OPT merupakan teknik budidaya  yang harus dilakukan secara optimal.  Serangan OPT pada beberapa kasus menyebabkan kegagalan budidaya cabe dan menimbulkan kerugian yang besar.  Gangguan OPT ini sudah mulai sejak fase pembibitan sampai dengan penanaman di lahan.  Oleh karena itu  gangguan OPT ini maka harus dilakukan tindakan pengendalian secara tepat dan cepat sehingga gangguan OPT dapat dikendalikan dan tidak berkembang meluas yang dapat merugikan.    Berkaitan dengan pengendalian OPT ini akan dibahas tersendiri dalam tulisan selanjutnya.
  5. Pemeliharaan Tanaman.  Tindakan pemeliharaan tanaman cabe yang dapat dilakukan antara lain pengairan tanaman, pemupukan, pengamatan terhadap gangguan OPT termasuk pengendalian gulma dan “perempelan”.  (a).  Pengairan / irigasi perlu dilakukan dengan memperhatikan kebutuhan tanaman, jika tanaman kondisinya memerlukan pengairan segera lakukan pengairan dengan sistem kocor atau dengan penggenangan.  Pengairan ini sebaiknya dilakukan pada sore sampai malam hari.  (b).  Pengamatan terhadap gangguan OPT dilakukan dengan memperhatikan kondisi tanaman secara cermat dan dilakukan secara rutin, jangan sampai gangguan OPT ini meluas dan berkembang yang merusak pertanaman.  Untuk gulma dapat dikendalikan dengan herbisida secara hati-hati atau secara mekanis.  (c).  Perempelan adalah pembuangan tunas-tunas baru yang tidak produktif, profil tanaman cabe yang bagus dan produktif adalah terdiri dari 2-3 cabang utama per tanaman, jika berlebihan berakibat tidak maksimalnya produksi.
  6. Pemupukan.  Selain dengan kocoran,pemupukan juga dilakukan dengan aplikasi penyemprotan pupuk organik cair (POC).  POC ini banyak sekali janisnya di pasaran, tinggal anda pilih sesuai dengan keperluan dan biaya yang tersedia.  Aplikasi POC ini dlakukan pada saat tanaman berumur 10, 20, 40 dan 50 hari setelah tanam (HST) dengan takaran  sesuai anjuran. Pemupukan dilakukan melalui penyiraman secara kocor (“pengocoran”) dilakukan seminggu sekali tiap lubang. Pupuk kocoran ini merupakan campuran pupuk makro Urea, SP 36 dan KCl  dengan perbandingan 250 : 250 : 250  gr dalam 50 liter  air.  Diberikan pada umur 1 – 4 minggu setelah tanam (MST) dengan takaran 250 cc/lubang,  sedangkan pada umur 5 – 12 MST takaranya ditambah menjadi 500 cc/lubang tanam dengan perbandingan pupuk makro Urea, TSP dan KCl  sebesar 500 : 250 : 250  gr dalam 50 liter air.
  7. Panen dan Pasca panen.   Cabe sudah dapat dipanen pertama kali pada saat tanaman beumur antara 60 -75 hari setelah tanam (HST).   Panen dilakukan pada buah yang tingkat kemasakanya sudah mencapai antara 80 -90%, kecuali panen saat muda untuk produk cabe hijau tentu dilakukan pada saat kemasakan antara 50-60 % dan dilakukan pada pagi hari setelah embunya mengering.  Sortasi dilakukan sekaligus dilahan, pisahkan yang rusak / cacat/ bekas terkena serangan OPT.  Panen kedua dan seterusnya dilakukan 2-3 hari sesudahnya.
Mudah-mudahan petunjuk teknis budidaya cabe secara singkat ini dapat membantu kita untuk mengembangkan budidaya cabe mumpung harganya sedang membubung tinggi. Mari bertanam cabe untuk memanfaatkan momentum ditengah kenaikan harga cabe yang luar biasa ini (sumber foto : Google).

Peranan Agribisnis dalam Pembangunan Pertanian dan Ekonomi

Pembangunan pertanian tidak terlepas dari pengembangan kawasan pedesaan yang menempatkan pertanian sebagai penggerak utama perekonomian. Lahan, potensi tenaga kerja, dan basis ekonomi lokal pedesaan menjadi  faktor utama pengembangan pertanian. Saat ini disadari bahwa pembangunan pertanian tidak saja bertumpu di desa tetapi juga diperlukan integrasi dengan kawasan dan dukungan sarana serta prasarana yang tidak saja berada di pedesaan (baca : kota). Struktur perekonomian wilayah merupakan faktor dasar yang membedakan suatu wilayah dengan wilayah lainnya, perbedaan tersebut sangat erat kaitannya dengan kondisi dan potensi suatu wilayah dari segi fisik lingkungan, sosial ekonomi dan kelembagaan
Berangkat dari kondisi tersebut perlu disusun sebuah kerangka dasar pembangunan pertanian yang kokoh dan tangguh, artinya pembangunan  yang dilakukan harus didukung oleh segenap komponen secara dinamis, ulet, dan mampu mengoptimalkan sumberdaya, modal, tenaga, serta teknologi sekaligus mampu menciptakan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan pertanian harus berdasarkan asas ‘keberlanjutan’ yakni, mencakup aspek ekologis, sosial dan ekonomi (Wibowo, 2004).
Konsep pertanian yang berkelanjutan dapat diwujudkan dengan perencanaan wilayah yang berbasiskan sumberdaya alam yang ada di suatu wilayah tertentu. Konsep perencanaan mempunyai arti penting dalam pembangunan nasional karena perencanaan merupakan suatu proses persiapan secara sistematis dari rangkaian kegiatan yang akan dilakukan dalam usaha pencapaian suatu tujuan tertentu. Perencanaan pembangunan yang mencakup siapa dan bagaimana cara untuk mencapai tujuan dengan sebaik-baiknya sesuai dengan kondisi dan potensi sumberdaya yang dimiliki agar pelaksanaan pembangunan tersebut dapat berjalan lebih efektif dan efesien.
Perencanaan pembangunan wilayah adalah suatu upaya merumuskan dan mengaplikasikan kerangka teori kedalam kebijakan ekonomi dan program pembangunan yang didalamnya mempertimbangkan aspek wilayah dengan mengintegrasikan aspek sosial lingkungan menuju tercapainya kesejahteraan yang optimal dan berkelanjutan.
Untuk memberhasilkan pembangunan ekonomi nasional melalui pengembangan sektor agribisnis, kita perlu menemu-kenali terlebih dahulu kondisi dan tantangan yang dihadapi sektor agribisnis nasional. Dengan menmu-kenali hal-hal tersebut, kita dapat merumuskan strategi untuk menghadapinya dan mempercepat pembangunan sektor agribisnis dari kondisi saat ini menuju kinerja sektor agribisnis yang diharapkan.
Pengembangan sektor agribisnis di masa depan, khususnya menghadapi era globalisasi, akan menghadapi sejumlah tantangan besar yang bersumber dari tuntutan pembangunan ekonomi domestik, perubahan lingkungan ekonomi Interansional, baik karena pengaruh lieberalisasi ekonomi maupun karena perubahan-perubahan fundamental dalam pasar produk agribisnis internasional.
Struktur agribisnis, untuk hampir semua komoditi, dewasa ini masih tersekat-sekat. Struktur agribisnis yang tersekat-sekat ini dicirkan oleh beberapa hal yaitu : Pertama, agribisnis merupakan konsep dari suatu sistem yang integratif dan terdiri atas beberapa subsistem, yaitu (a) subsistem pertanian hulu, (b) subsistem budidaya pertanian, (c) subsistem pengolahan hasil pertanian, (d) subsistem pemasaran hasil pertanian, dan (e) subsistem jasa penunjang pertanian. Subsistem kedua, sebagian dari subsistem pertama, dan subsistem ketiga merupakan on-farm agribisnis, sedangkan subsistem lainnya merupakan off-farm agribisnis. Kedua, agribisnis merupakan suatu konsep yang menempatkan kegiatan pertanian sebagai suatu kegiatan utuh yang komprehensif, sekaligus sebagai suatu konsep untuk dapat menelaah dan menjawab berbagai permasalahan, tantangan, dan kendala yang dihadapi pembangunan pertanian. Agribisnis juga dapat dijadikan tolok ukur dalam menilai keberhasilan pembangunan pertanian serta pengembangan terhadap pembangunan nasional secara lebih tepat.
Dari berbagai definisi dan batasan konsep agribisnis di atas, dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang penting dan harus ada dalam proses pembangunan agribisnis adalah sebagai barikut : (a) agribisnis merupakan suatu sistem, sehingga semua kegiatan yang terdapat dalam sistem tersebut harus saling terkait dan tidak berdiri sendiri, (b) agribisnis merupakan alternatif bagi pengembangan strategi pembangunan ekonomi, dan (c) agribisnis berorientasi pasar dan perolehan nilai tambah dari suatu komoditas.
Setidaknya ada lima alasan mengapa sektor pertanian atau agribisnis menjadi strategis. Pertama, pertanian merupakan sektor yang menyediakan kebutuhan pangan masyarakat. Kedua, merupakan penyedia bahan baku bagi sektor industri (agroindustri). Ketiga, memberikan kontribusi bagi devisa negara melalui komoditas yang diekspor. Keempat, menyediakan kesempatan kerja bagi tenaga kerja pedesaan. Dan kelima, perlu dipertahankan untuk keseimbangan ekosistem (lingkungan).
Ironisnya, meski pertanian dianggap strategis, tapi kondisi petaninya kian termarginalkan. Menurut Sensus Pertanian 2003, jumlah rumah tangga petani gurem (penggarap kurang dari 0,5 ha) adalah 13,7 juta rumah tangga, meningkat 26,85 persen dibanding tahun 1993 yang jumlahnya 10,8 juta rumah tangga. Persentase rumah tangga petani gurem terhadap rumah tangga pertanian pengguna lahan juga meningkat, dari 52,7 persen (1993) menjadi 56,5 persen (2003).
Petani gurem ini mayoritas hidup di bawah garis kemiskinan. Dari 16,6persen rakyat Indonesia yang termasuk kelompok miskin, 60persen-nya adalah kalangan petani gurem. Timbul pertanyaan, jika sektor pertanian sangat penting, mengapa petaninya “dibiarkan” tidak berdaya? Hal tersebut tentunya tidak terlepas dari kebijakan nasional dalam mengembangkan sektor pertanian (politik pertanian).
Selama ini, logika pembangunan pertanian di Indonesia merupakan bagian integral dari pembangunan ekonomi nasional, di mana pertumbuhan ekonomi menjadi orientasi utama. Konsekuensinya, variabel kelembagaan masyarakat yang bersifat struktural di pedesaan kurang diperhatikan dalam menentukan kebijakan ekonomi pertanian.
Sektor agribisnis mempunyai peranan penting didalam pembangunan. Ada lima peran penting dari sektor pertanian dalam kontribusi pembangunan ekonomi antara lain meningkatkan produksi pangan untuk konsumsi domestik, penyedia tenaga kerja terbesar, memperbesar pasar untuk industri, meningkatkan supply uang tabungan dan meningkatkan devisa. Sampai saat ini, peranan sektor pertanian di Indonesia begitu besar dalam mendukung pemenuhan pangan dan memberikan lapangan kerja bagi rumah tangga petani. Tahun 2003, sektor pertanian mampu memperkerjakan sebanyak 42 juta orang atau 46,26 persen dari penduduk yang bekerja secara keseluruhan.
Sektor agribisnis mempunyai peranan penting didalam pembangunan. Ada lima peran penting dari sektor pertanian dalam kontribusi pembangunan ekonomi antara lain meningkatkan produksi pangan untuk konsumsi domestik, penyedia tenaga kerja terbesar, memperbesar pasar untuk industri, meningkatkan supply uang tabungan dan meningkatkan devisa. Sampai saat ini, peranan sektor pertanian di Indonesia begitu besar dalam mendukung pemenuhan pangan dan memberikan lapangan kerja bagi rumah tangga petani. Tahun 2003, sektor pertanian mampu memperkerjakan sebanyak 42 juta orang atau 46,26 persen dari penduduk yang bekerja secara keseluruhan.
Pertanian sangat berperan dalam pembangunan suatu daerah dan perekonomian dengan, pertanian harapannya mampu menciptakan lapangan pekerjaan bagi penduduk, sebagai sumber pendapatan, sebagai sarana untuk berusaha, serta sebagai sarana untuk dapat merubah nasib ke arah yang lebih baik lagi. Peranan pertanian/agribisnis tersebut dapat dilakukan dengan meningkatkan ekonomi petani dengan cara pemberdayaan ekonomi kerakyatan.
Sektor pertanian mempunyai peranan yang penting dan strategis dalam pembangunan nasional. Peranan tersebut antara lain: meningkatkan penerimaan devisa negara, penyediaan lapangan kerja, perolehan nilai tambah dan daya saing, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan baku industri dalam negeri serta optimalisasi pengelolaan sumber daya alam secara berkelanjutan. Hal ini ditunjukkan oleh besarnya kontribusi sektor pertanian terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) terutama pada masa kirisis ekonomi yang dialami Indonesia, satu-satunya sektor yang menjadi penyelamat perekonomian Indonesia pada tahun 1997-1998 hanyalah sektor agribisnis, dimana agribisnis memiliki pertumbuhan yang positif.
Dalam jangka panjang, pengembangan lapangan usaha pertanian difokuskan pada produk-produk olahan hasil pertanian yang memberikan nilai tambah bagi perekonomian nasional, seperti pengembangan agroindustri. Salah satu lapangan usaha pertanian yang berorientasi ekspor dan mampu memberikan nilai tambah adalah sektor perekebunan. Nilai PDB sektor pertanian mengalami pertumbuhan yang semakin membaik dari tahun  ke tahun. Jika diperhatikan dengan baik, peranan sektor pertanian masih dapat ditingkatkan sebagai upaya dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat tani di Indonesia.Secara empirik, keunggulan dan peranan pertanian/agribisnis tersebut cukup jelas, yang pertama dilihat hádala peranan penting agribisnis (dalam bentuk sumbangan atau pangsa realtif terhadap nilai tambah industri non-migas dan ekspor non-migas), yang cukup tinggi. Penting pula diperhatikan bahwa pangsa impor agribisnis relatif rendah, yang mana ini berarti bahwa agribisnis dari sisi ekonomi dan neraca ekonomi kurang membebani neraca perdagangan dan pembayaran luar negeri. Sehingga dengan demikian sektor agribisnis merupakan sumber cadangan devisa bagi negara. Diharapkan sektor pertanian mampu menjadi sumber pertumbuhan perekonomian status bangsa, terutama negara-negara berkembang yang perekonomiannya masih 60persen bertumpu pada sektor pertanian.
Disisi lain, dilihat ternyata pembangunan agribisnis mampu menunjukkan peningkatan produktivitas di sektor pertanian, hal ini menunjukkan dua hal yakni, bahwa terjadi peningkatan productivitas pada hasil produk pertanian yang diikuti oleh perbaikan koalitas, perbaikan teknologi yang mengikutinya dan peningkatan jumlah tenaga kerja di sektor pertanian, seperti yang ditunjukkan pada awal-awal bab ini.
Pada dasarnya tidak perlu diragukan lagi, bahwa pembangunan ekonomi yang berbasiskan lepada sektor pertanian (agribisnis), karena telah memberikan bukti dan dan peranan yang cukup besar dalam pembangunan perekonomian bangsa, dan tentunya lebih dari itu.
Pembangunan pertanian dalam kerangka pembangunan ekonomi nasional berarti menjadikan perekonomian daerah sebagai tulang punggung perekonomian nasional. Sebagai agregasi dari ekonomi daerah, perekonomian nasional yang tangguh hanya mungkin diwujudkan melalui perekonomian yang kokoh. Rapuhnya perekonomian nasional selama ini disatu sisi dan tingginya disparitas ekonomi antar daerah  dan golongan disisi lain mencerminkan bahwa perekonomian nasional Indonesia dimasa lalu tidak berakar kuat pada ekonomi daerah.
Pembangunan ekonomi lokal yang berbasis pada pertanian merupakan sebuah proses orientasi, yang meletakkan formasi institusi baru, pengembangan industri alternatif, peningkatan kapasitas pelaku untuk menghasilkan produk yang lebih baik, identifikasi pasar baru, transfer ilmu pengetahuan, dan menstimulasi bangkitnya perusahaan baru serta semangat kewirausahaan.
Diharapkan dalam pembangunan ekonomi lokal, kegiatan pertanian dalam perkembangannya akan berorientasi  pada pasar (konsumen) apabila terjadi penyebaran sumberdaya dan faktor produksi yang merata serta adanya biaya transportasi yang relatif murah. Orientasi pasar ini akan menunjukkan bahwa setiap lokasi dapat menghasilkan komoditi pertanian tertentu. Suatu kegiatan pertanian akan lebih dapat berkembang pada lokasi tertentu yang disebabkan oleh adanya kemudahaan bagi konsumen yang berasal dari dalam atau dari luar lokasi untuk datang ke lokasi pemasaran komoditi pertanian tersebut.
Kebijaksanaan nasional pembangunan pertanian di suatu negara tentunya tidak lepas dari pengaruh faktor-faktor eksternal, apalagi dalam era globalisasi yang di cirikan adanya keterbukaan ekonomi dan perdagangan yang lebih bebas, akan sulit ditemukan adanya kebijaksanaan nasional pembangunan pertanian yang steril dari pengaruh-pengaruh factor eksternal. Faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi kebijaksanaan nasional pembangunan pertanian di Indonesia antara lain adalah; (i) kesepakatan-kesepakatan internasional, seperti WTO, APEC dan AFTA; (ii) kebijaksanaan perdagangan komoditas pertanian di negara-negara mitra perdagangan indonesia; (iii) lembaga-lembaga internasional yang memberikan bantuan kepada Indonesia terutama dalam masa krisis.
Dimasa lalu, ketika orientasi pembangunan pertanian terletak pada peningkatan produksi, yang menjadi motor penggerak sektor agribisnis adalah usahatni. Artinya komoditi yang dihasilkan usahatanilah yang menentukan perkembangan agribisnis hulu dan hilir. Hal ini sesuai pada masa lalu, karena target kita masih bertujuan untuk mencapai tingkat produksi semaksimal mungkin. Selain itu, konsumen juga belum menuntut  pada atribut-atribut produk yang lebih rinci dan lengkap.
Dewasa ini dan dimasa yang akan datang, orientasi sektor telah berubah kepada orientasi pasar. Dengan berangsungnya perubahan preferensi konsumen yang semakin menuntut atribut produk yang lebih rinci dan lengkap, maka motor penggerak sektor agribisnis harus berubah dari usaha tani kepada industri pengolahan (agroindustri). Artinya, untuk mengembangkan sektor agribisnis yang mogern dan berdaya saing, agroindustri menjadi penentu kegiatan pada subsistem usahatani dan selanjutnya akan menetukan subsistem agribisnis hulu.
Pembangunan sektor pertanian/agribisnis yang berorientasi pasar menyebabkan strategi pemasaran menjadi sangat penting bahkan pemasaran ini semakin penting peranannya terutama menghadapi masa depan, dimana preferensi konsumen terus mengalami perubahaan. Serta, untuk memampukan sektor agribisnis menyesuaikan diri terhadap perubahan pasar, diperlukan pengembangan sumberdaya agribisnis, khususnya pemanfaatan dan pengembangan teknologi, serta pembangunan kemampuan sumberdaya manusia (SDM) agribisnis sebagai aktor pengembangan sektor pertanian.
Disamping konsep pembangunan pertanian diatas, khususnya dinegara-negara berkembang, masih banyak permasalahan yang dihadapi terutama sektor pertanian, terutama masalah kemiskinan, rendahnya produktivitas, rendahnya SDM, masih lemahya posisi tawar petani, ketidakadaannya kelembagaan yang mendukung usaha tani pelaku pertanian, dan masih kurangnya atau lemahnya sistem pasar komoditi produk pertanian, dan kurang diserapnya hasil komodit dengan baik akibat infrastruktur yang masih kurang memadai.
Permasalahan ini tentunya, menjadi kendala sekaligus tantangan yang harus dihadapi oleh pengambil kebijakan. Sehingga dengan demikian diharapkan nantinya sektor pertanian mampu menjadi penggerak perekonomian di pedesaan dan negara.
Pertanian/Agribisnis di Negara Maju
Fenomena mengapa suatu negara dapat memenangkan persaingan sedangkan negara lain tidak, merupakan pertanyaan terus yang mengemuka sepanjang sejarah pembangunan dan perdagangan internasional. Banyak pendapat yang diajukan oleh pakar terutama dalam bidang ekonomi dan bisnis internasional, tetapi tidak satupun yang mampu menjelaskan kemampuan daya saing suatu negara secara komprehensif,
Negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Eropa, Jepang, bahkan Malaysia dan Thailand yang secara tradisional menguasai agribisnis internasional, dimasa yang akan datang akan menguasai sektor agroindustri, walaupun disatu sisi akan menghadapi permasalahan yakni kesulitan untuk mengembangkan agribisnis, karena kesulitan dalam hal lahan pertanian. Berbeda dengan masa sebelumnya, dewasa ini dan masa yang akan datang, preferensi konsumen produk agribisnis yang kita hadapi sangat berbeda dan sedang mengalami perubahaan secara fundamental.
Negara-negara maju, dari masa yang lalu sudah melihat bagaimana potensi pertanian dalam perekonomian mereka. Keunggulan daya saing ditentukan oleh kemampuan mendayagunakan keunggulan komparatif yang dimiliki mulai dari hulu sampai hilir, dalam menghasilkan suatu produk yang sesuai dengan preferensi konsumen. Artinya, pendayagunaan keunggulan sisi penawaran ditujukan untuk memenuhi keinginan konsumen. Kemampuan untuk menyediakan produk yang berkembang, sangat menentukan keunggulan bersaing di pasar internasional. Negara-negara agribisnis, seperti Australia dan selandia Baru, mampu bersaing di pasar interansional disebabkan kemampuan negara tersebut dalam menjual apa yang diinginkan konsumen bukan menjual apa yang dihasilkan.
Sejarah perekonomian dunia sebenarnya telah memberikan pelajaran bagi kita semua bahwa tidak ada negara besar di dunia ini yang kuat tanpa di dukung oleh pertanian yang tangguh. Kenyataaan menunjukkan bahwasanya negara-negara di Eropa Timur dan Uni Soviet pada akhirya harus menerima terjadinya disintegrasi karena lemahnya daya dukung sektor pertanian, negara-negara di kawasan afrika juga mengalami kesulitan dalam membangun bangsanya, hanya karena sektor pertanian tidak dapat mendukung ketahanan pangan sebagai landasan pembangunan.
Bagi Indonesia, dimana sumberdaya alam merupakan keunggulan komparatifnya, maka sudah sepantasnya jika pembangunan nasional didasarkan pada pengelolaan sumberdaya alam tersebut. Pertanian merupakan salah satu sumberdaya alam dimana Indonesia mempunyai keunggulan komparatif, disamping itu bagian terbesar penduduk Indonesia juga hidup dan bermata pencaharian di sektor tersebut, fenomena kemiskinan juga banyak terjadi di sektor pertanian. Dengan demikian apabila sektor pertanian dijadikan landasan bagi pembangunan nasional dimana sektor-sektor lain menunjang sepenuhnya, sebagian besar masalah yang dihadapi oleh masyarakat akan dapat terpecahkan.
Disamping itu orientasi pembangunan pertanian juga perlu disesuaikan dengan perkembangan yang terjadi, apabila pada waktu yang lalu lebih banyak berorientsai pada pengembangan komoditas, maka kini harus lebih berorientasi pada petani. Namun demikian harus sepenuhnyadi sadari bahwa dalam menyusun kebijaksanaan pembangunan pertanian hanya memperhatikan potensi sumberdaya alam dan kepentingan produsen semata-mata, melainkan juga pengaruh dari perdagangan dunia dan kebijaksanaan pembangunan pertanian di negara mitra dagang.
Pandangan dari Partai Politik juga tidak jauh berbeda dengan pandangan dari pemerintah maupun para pengamat ekonomi, Imam Churmen (1999) dari PKB menyatakan bahwa diperlukan komitmen dari semua pihak untuk menempatkan sektor pertanian sebagai sektor prioritas pembangunan yang dicerminkan dalam anggaran pemerintah.
Sebagai contoh kasus bagaimana pembangunan pertanian dan kebijakannya di Negara Maju, dapat kita perhatikan dalam negara Amerika serikat berikut.  Sejak tahun 2002, pemerintah AS memberikan subsidi sebesar US $ 19 milliar per tahun kepada petaninya, atau sekitar dua kali dari dana yang dicadangkan untuk bantuan interansionalnya. Dalam hal beras, misalnya AS telah mencadangkan sekitar US$ 100 ribu subsidi per petani yang diberikan kepada siapapun yang mau mengganti tanamannya dengan padi. Negara bagian di pantai  barat seperti California dan Washington, dan negara bagian di tenggara seperti Lousiana, South dan North Carolina memang sedang antusias mengembangkan agribisnis padi sawah. Target besar untuk menjadi produsen nomor dua beras dunia, dapat menjadi kenyataan, terutama ketika perundingan dan persaingan tingkat dunia dengan negara-negara Eropa Barat  dalam hal gandum sering mengalami kendala besar.
 
PEDOMAN UMUM
LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN
NOMOR : 16/Permentan/OT.140/2/2008
TANGGAL : 11 Pebruari 2008
BAB I
PENDAHULUAN
  1. Latar Belakang
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2007 jumlah penduduk miskin tercatat 37,2 juta jiwa. Sekitar 63,4% dari jumlah tersebut berada di perdesaan dengan mata pencaharian utama di sektor pertanian dan 80% berada pada skala usaha mikro yang memiliki luas lahan lebih kecil dari 0,3 hektar. Kemiskinan di perdesaan merupakan masalah pokok nasional yang penanggulangannya tidak dapat ditunda dan harus menjadi prioritas utama dalam pelaksanaan pembangunan kesejahteraan sosial. Oleh karena itu pembangunan ekonomi nasional berbasis pertanian dan pedesaan secara langsung maupun tidak langsung akan berdampak pada pengurangan penduduk miskin. Permasalahan mendasar yang dihadapi petani adalah kurangnya akses kepada sumber permodalan, pasar dan teknologi, serta organisasi tani yang masih lemah. Untuk mengatasi dan menyelesaikan permasalahan tersebut Pemerintah menetapkan Program Jangka Menengah (2005-2009) yang fokus pada pembangunan pertanian perdesaan. Salah satunya ditempuh melalui pendekatan mengembangkan usaha agrbisnis dan memperkuat kelembagaan pertanian di perdesaan.
Dalam rangka penanggulangan kemiskinan dan penciptaan lapangan kerja diperdesaan, Bapak Presiden RI pada tanggal 30 April 2007 di Palu, Sulawesi Tengah telah mencanangkan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM-M). Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) yang dilaksanakan oleh Departemen Pertanian pada tahun 2008 dilakukan secara terintegrasi dengan program PNPM-M.
Untuk pelaksanaan PUAP di Departemen Pertanian, Menteri Pertanian membentuk Tim Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan melalui Keputusan Menteri Pertanian (KEPMENTAN) Nomor 545/Kpts/OT.160/9/2007.
PUAP merupakan bentuk fasilitasi bantuan modal usaha untuk petani anggota, baik petani pemilik, petani penggarap, buruh tani maupun rumah tangga tani.

Gabungan Kelompok Tani (GAPOKTAN) merupakan kelembagaan tani pelaksana PUAP untuk penyaluran bantuan modal usaha bagi anggota. Untuk mencapai hasil yang maksimal dalam pelaksanaan PUAP, GAPOKTAN didampingi oleh tenaga Penyuluh Pendamping dan Penyelia Mitra Tani. GAPOKTAN PUAP diharapkan dapat menjadi kelembagaan ekonomi yang dimiliki dan dikelola petani.
Untuk mencapai tujuan PUAP, yaitu mengurangi tingkat kemiskinan dan menciptakan lapangan kerja diperdesaan, PUAP dilaksanakan secara terintegrasi dengan kegiatan Departemen Pertanian maupun Kementerian/ Lembaga lain dibawah payung program PNPM Mandiri.
  1. Tujuan
PUAP bertujuan untuk:

  1. Mengurangi kemiskinan dan pengangguran melalui penumbuhan dan pengembangan kegiatan usaha agribisnis di perdesaan sesuai dengan potensi wilayah;
  2. Meningkatkan kemampuan pelaku usaha agribisnis, Pengurus Gapoktan, Penyuluh dan Penyelia Mitra Tani;
  3. Memberdayakan kelembagaan petani dan ekonomi perdesaan untuk pengembangan kegiatan usaha agribisnis.
  4. Meningkatkan fungsi kelembagaan ekonomi petani menjadi jejaring atau mitra lembaga keuangan dalam rangka akses ke permodalan.
  1. Sasaran
Sasaran PUAP yaitu sebagai berikut:

  1. Berkembangnya usaha agribisnis di 10.000 desa miskin/ tertinggal sesuai dengan potensi pertanian desa;
  2. Berkembangnya 10.000 GAPOKTAN/POKTAN yang dimiliki dan dikelola oleh petani;
  3. Meningkatnya kesejahteraan rumah tangga tani miskin, petani/peternak (pemilik dan atau penggarap) skala kecil, buruh tani; dan
  4. Berkembangnya usaha pelaku agribisnis yang mempunyai usaha harian, mingguan, maupun musiman.
  1. Indikator Keberhasilan
Indikator keberhasilan output antara lain:

  1. Tersalurkannya BLM – PUAP kepada petani, buruh tani dan rumah tangga tani miskin dalam melakukan usaha produktif pertanian; dan
  2. Terlaksananya fasilitasi penguatan kapasitas dan kemampuan sumber daya manusia pengelola GAPOKTAN, Penyuluh Pendamping dan Penyelia Mitra Tani.
Indikator keberhasilan outcome antara lain:

  1. Meningkatnya kemampuan GAPOKTAN dalam memfasilitasi dan mengelola bantuan modal usaha untuk petani angota baik pemilik, petani penggarap, buruh tani maupun rumah tangga tani;
  2. Meningkatnya jumlah petani, buruh tani dan rumah tangga tani yang mendapatkan bantuan modal usaha;
  3. Meningkatnya aktivitas kegiatan agribisnis (budidaya dan hilir) di perdesaan; dan
  4. Meningkatnya pendapatan petani (pemilik dan atau penggarap), buruh tani dan rumah tangga tani dalam berusaha tani sesuai dengan potensi daerah;
Sedangkan Indikator benefit dan Impact antara lain:

  1. Berkembangnya usaha agribisnis dan usaha ekonomi rumah tangga tani di lokasi desa PUAP.
  2. Berfungsinya GAPOKTAN sebagai lembaga ekonomi yang dimiliki dan dikelola oleh petani; dan
  3. Berkurangnya jumlah petani miskin dan pengangguran di perdesaan.
  1. Pengertian dan Definisi
    1. Pengembangan Usaha Agribisnis di Perdesaan yang selanjutnya di sebut PUAP adalah bagian dari pelaksanaan program PNPM-Mandiri melalui bantuan modal usaha dalam menumbuhkembangkan usaha agribisnis sesuai dengan potensi pertanian desa sasaran;
    2. Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri yang selanjutnya di sebut PNPM-Mandiri adalah program pemberdayaan masyakarat yang ditujukan untuk mengurangi kemiskinan dan meningkatkan kesempatan kerja.
    3. Agribisnis adalah rangkaian kegiatan usaha pertanian yang terdiri atas 4 (empat) sub-sistem, yaitu (a) subsistem hulu yaitu kegiatan ekonomi yang menghasilkan sarana produksi (input) pertanian; (b) subsistem pertanian primer yaitu kegiatan ekonomi yang menggunakan sarana produksi yang dihasilkan subsistem hulu; (c) subsitem agribisnis hilir yaitu yang mengolah dan memasarkan komoditas`pertanian; dan (d) subsistem penunjang yaitu kegiatan yang menyediakan jasa penunjang antara lain permodalan, teknologi dan lain-lain.
    4. Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan RI (sebagaimana tercantum pada Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa).
    5. Desa Miskin adalah desa yang secara ekonomis pendapatan per kapitanya per tahun berada dibawah standar minimum pendapatan per kapita nasional dan infrastruktur desa yang sangat terbatas.
    6. Perdesaan adalah kawasan yang secara komparatif memiliki keunggulan sumberdaya alam dan kearifan lokal (endogeneous knowledge) khususnya pertanian dan keanekaragaman hayati;
    7. Petani adalah perorangan warga negara Indonesia beserta keluarganya atau korporasi yang mengelola usaha di bidang pertanian yang meliputi usaha hulu, usaha tani, agroindustri, pemasaran dan jasa penunjang.
    8. Pemberdayaan Masyarakat adalah upaya untuk menciptakan/meningkatkan kapasitas masyarakat, baik secara individu maupun berkelompok, dalam memecahkan berbagai persoalan terkait upaya peningkatan kualitas hidup, kemandirian dan kesejahteraannya.
    9. Kelompok Tani (Poktan) adalah kumpulan petani/peternak yang dibentuk atas dasar kesamaan kepentingan, kesamaan kondisi lingkungan (sosial, ekonomi, sumber daya) dan keakraban untuk meningkatkan dan mengembangkan usaha anggota.
    10. Gabungan Kelompok Tani (GAPOKTAN) PUAP adalah kumpulan beberapa Kelompok Tani yang bergabung dan bekerja sama untuk meningkatkan skala ekonomi dan efisiensi usaha.
    11. Usaha Produktif adalah segala jenis usaha ekonomi yang dilakukan oleh petani/kelompok tani di perdesaan dalam bidang agribisnis yang mempunyai transaksi hasil usaha harian, mingguan, bulanan, musiman maupun tahunan.
    12. Komite Pengarah adalah komite yang dibentuk oleh Pemerintahan Desa yang terdiri dari wakil tokoh masyarakat, wakil dari kelompok tani dan penyuluh pendamping.
    13. Pendampingan adalah kegiatan yang dilakukan oleh Penyuluh dalam rangka pemberdayaan petani/kelompok tani dalam melaksanakan PUAP.
    14. Penyelia Mitra Tani (PMT) adalah individu yang memiliki keahlian di bidang keuangan mikro yang direkrut oleh Departemen Pertanian untuk melakukan supervisi dan advokasi kepada Penyuluh dan Pengelola GAPOKTAN dalam pengembangan PUAP.
    15. Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) adalah bantuan dana kepada petani/kelompok tani untuk pengembangan usaha agribisnis di perdesaan yang disalurkan melalui GAPOKTAN dalam bentuk modal usaha.
    16. Rencana Usaha Bersama (RUB) adalah rencana usaha untuk pengembangan agribisnis yang disusun oleh GAPOKTAN berdasarkan kelayakan usaha dan potensi desa.

BAB II
POLA DASAR DAN STRATEGI PELAKSANAAN PUAP
  1. Pola Dasar
Pola dasar PUAP dirancang untuk meningkatkan keberhasilan penyaluran dana BLM PUAP kepada GAPOKTAN dalam mengembangkan usaha produktif petani skala kecil, buruh tani dan rumah tangga tani miskin. Komponen utama dari pola dasar pengembangan PUAP adalah 1) keberadaan GAPOKTAN; 2) keberadaan Penyuluh Pendamping dan Penyelia Mitra Tani ; 3) Pelatihan bagi petani, pengurus Gapoktan,dll; dan 4) penyaluran BLM kepada petani (pemilik dan atau penggarap), buruh tani dan rumah tangga tani.
  1. Strategi Dasar
Strategi dasar Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) adalah:

  1. Pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan PUAP;
  2. optimalisasi potensi agribisnis di desa miskin dan tertinggal;
  3. penguatan modal petani kecil, buruh tani dan rumah tangga tani miskin kepada sumber permodalan; dan
  4. pendampingan bagi GAPOKTAN
  1. Strategi Operasional
Strategi Operasional Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) adalah:

  1. Pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan PUAP dilaksanakan melalui:
    1. pelatihan bagi petugas pembina dan pendamping PUAP;
    2. rekrutmen dan pelatihan bagi PMT;
    3. pelatihan bagi pengurus GAPOKTAN; dan
    4. pendampingan bagi petani oleh penyuluh pendamping.
  2. Optimalisasi potensi agribisnis di desa miskin dan tertinggal dilaksanakan melalui:
    1. identifikasi potensi desa;
    2. penentuan usaha agribisnis (budidaya dan hilir) unggulan; dan
    3. penyusunan dan pelaksanaan RUB berdasarkan usaha agribisnis unggulan.
  3. Penguatan modal bagi petani kecil, buruh tani dan rumah tangga tani miskin kepada sumber permodalan dilaksanakan melalui:
    1. penyaluran BLM-PUAP kepada pelaku agribisnis melalui GAPOKTAN;
    2. fasilitasi pengembangan kemitraan dengan sumber permodalan lainnya.
  4. Pandampingan GAPOKTAN dilaksanakan melalui:
    1. penempatan dan penugasan Penyuluh Pendamping di setiap GAPOKTAN; dan
    2. penempatan dan penugasan PMT di setiap kabupaten/kota.
  1. Ruang Lingkup Kegiatan
Ruang lingkup kegiatan PUAP meliputi:

  1. Identifikasi dan penetapan Desa PUAP;
  2. Identifikasi dan penetapan GAPOKTAN penerima BLM-PUAP;
  3. Pelatihan bagi fasilitator, penyuluh pendamping, pengurus GAPOKTAN;
  4. Rekrutmen dan pelatihan bagi PMT;
  5. Sosialisasi Kegiatan PUAP;
  6. Pendampingan;
  7. Penyaluran Bantuan Langsung Masyarakat;
  8. Pembinaan dan Pengendalian; dan
  9. Evaluasi dan pelaporan.


BAB III
KRITERIA SELEKSI DESA DAN GAPOKTAN PENERIMA PUAP
  1. Kriteria Seleksi Desa PUAP
    1. Tahapan penetapan Kuota Desa
      Penentuan kuota desa dilaksanakan di Pusat oleh Kelompok Kerja (Pokja) Identifikasi PUAP. Penetapan kuota desa dilakukan dengan mempertimbangkan: (1) data lokasi PNPM-Mandiri; (2) data Potensi Desa (Podes); (3) data desa miskin dari BPS; (4) data desa tertinggal dari Kementerian PDT; (5) Data desa lokasi program lanjutan DEPTAN antara lain : P4K, Prima Tani, P4MI, Pidra, LKM-A serta desa rawan pangan.
      Kuota desa yang menjadi sasaran penerima bantuan modal usaha PUAP juga memperhatikan dan mempertimbangkan aspirasi masyarakat.
      Berdasarkan kuota desa pada setiap Kabupaten/Kota, Tim PUAP Pusat menyusun daftar calon desa PUAP.
    2. Tahapan Seleksi Desa PUAP:
      1. Daftar calon desa PUAP dikirim oleh Tim PUAP Pusat ke Gubernur dan Bupati/Walikota.
      2. Berdasarkan daftar tersebut diatas, Pemerintah Kabupaten/Kota mengusulkan calon desa PUAP kepada Departemen Pertanian melalui Gubernur.
      3. Tim PUAP Pusat melakukan verifikasi atas usulan desa PUAP yang diajukan oleh Gubernur, Bupati/Walikota dan aspirasi masyarakat.
      4. Hasil verifikasi desa PUAP oleh Tim PUAP Pusat, selanjutnya ditetapkan oleh MENTERI PERTANIAN sebagai desa PUAP.
  2. Penetapan GAPOKTAN/POKTAN
    1. Tim Teknis Kabupaten/Kota mengidentifikasi GAPOKTAN penerima BLM dari lokasi desa PUAP yang telah ditetapkan oleh MENTERI PERTANIAN
    2. GAPOKTAN mengisi Formulir 1 sebagai data dasar untuk diajukan oleh Bupati/Walikota sebagai calon penerima BLM PUAP.
    3. Bupati/Walikota mengusulkan GAPOKTAN penerima BLM PUAP kepada Tim Pusat melalui Gubernur.
    4. Tim PUAP Pusat melakukan verifikasi terhadap GAPOKTAN yang diusulkan oleh Bupati/Walikota.
    5. Hasil verifikasi Tim PUAP Pusat terhadap GAPOKTAN, selanjutnya ditetapkan oleh MENTERI PERTANIAN.
  3. Kriteria GAPOKTAN Penerima BLM – PUAP
GAPOKTAN penerima bantuan modal usaha PUAP harus berada pada desa PUAP dengan kriteria sebagai berikut:

  1. Memiliki SDM yang mampu mengelola usaha agribisnis.
  2. Mempunyai struktur kepengurusan yang aktif.
  3. Dimiliki dan dikelola oleh petani.
  4. Dikukuhkan oleh Bupati/Walikota.
  5. Apabila di desa tersebut tidak terdapat GAPOKTAN dan baru ada POKTAN, maka POKTAN dapat ditunjuk menjadi penerima BLM PUAP dan untuk selanjutnya ditumbuhkan menjadi GAPOKTAN.

BAB IV
TATA CARA DAN PROSEDUR PENYALURAN BLM-PUAP
  1. Penyusunan Rencana Usaha Bersama (RUB)
    1. RUB disusun oleh GAPOKTAN berdasarkan hasil identifikasi potensi usaha agribisnis di desa PUAP yang dilakukan oleh Penyuluh Pendamping.
    2. Penyusunan RUB harus memperhatikan kelayakan usaha produktif petani, yaitu : 1) budidaya di sub sektor tanaman pangan, hortikultura, peternakan, perkebunan, 2) usaha non budidaya meliputi usaha industri rumah tangga pertanian, pemasaran skala kecil/bakulan, dan usaha lain berbasis pertanian.
    3. Rencana Usaha Bersama (RUB) yang telah disetujui oleh Tim Teknis Kabupaten/Kota (Formulir 2) , dikirim bersama dokumen administrasi lainnya antara lain: (1) Berita Acara Pengukuhan GAPOKTAN, (2) Nomor Rekening GAPOKTAN, (3) Perjanjian Kerjasama, dan (4) Surat Perintah Kerja, ke Tim Pembina Propinsi untuk diajukan kepada Departemen Pertanian C.q Pusat Pembiayaan Pertanian Sekretariat Jenderal Departemen Pertanian.
    4. RUB dan dokumen administrasi lainnya yang diterima Departemen Pertanian selanjutnya diteliti dan diverifikasi oleh Tim PUAP Pusat c.q. Pokja Penyaluran Dana.
  2. Prosedur Penyaluran BLM-PUAP
    1. Satker Pusat Pembiayaan Pertanian menerbitkan Surat Perintah Kerja (SPK) bermeterai Rp. 6000,- kepada GAPOKTAN.
    2. Penyaluran dana BLM – PUAP dilakukan dengan mekanisme Pembayaran Langsung (LS) ke Rekening GAPOKTAN.
    3. Satker Pusat Pembiayaan Pertanian mengajukan surat Perintah Membayar (SPM-LS) dengan lampiran :
      1. Keputusan MENTERI PERTANIAN tentang penetapan GAPOKTAN.
      2. Berita Acara Pengukuhan GAPOKTAN oleh Bupati /Walikota.
      3. Rekapitulasi RUB dengan mencantumkan :
        1. Nama dan alamat lengkap GAPOKTAN yang menjadi sasaran PUAP.
        2. Nomor rekening GAPOKTAN.
        3. Nama dan alamat kantor cabang bank tempat GAPOKTAN membuka rekening.
        4. Rincian penggunaan dana BLM PUAP menurut usaha produktif.
      4. Kuitansi harus ditandatangani Ketua GAPOKTAN dan diketahui/disetujui oleh Tim Teknis Kabupaten/Kota dengan meterai Rp.6000,- (enam ribu rupiah).
    4. Penyaluran dana BLM dari KPPN ke rekening Gapoktan melalui penerbitan SP2D akan diatur lebih lanjut oleh Departemen Keuangan.

BAB V
ORGANISASI PELAKSANAAN PUAP
  1. Tingkat Pusat
    Untuk meningkatkan koordinasi antar instansi Menteri Pertanian membentuk Tim Pengarah dan Tim Pelaksana Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan. Tim Pengarah diketuai oleh Menteri Pertanian dibantu oleh seluruh Eselon I lingkup Departemen Pertanian. Tugas utama dari Tim Pengarah adalah merumuskan kebijakan umum dalam pengembangan PUAP baik dengan instansi Pusat khususnya dalam koordinasi pelaksanaan PNPM Mandiri maupun dengan instansi daerah (tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota).
Tim Pelaksana PUAP tingkat Pusat diketuai oleh Kepala Badan Pengembangan SDM dan dibantu oleh Staf Khusus Menteri Pertanian Bidang Peningkatan Efisiensi Pembangunan Pertanian dan Kepala Pusat Pembiayaan Pertanian sebagai Sekretaris. Anggota Tim Pelaksana PUAP Pusat terdiri dari Kepala Biro Perencanaan, seluruh Sekretaris Eselon I dan beberapa Pejabat Eselon II terkait. Tugas utama Tim Pelaksana PUAP adalah melaksanakan seluruh kegiatan PUAP mulai dari tahap persiapan, pelaksanaan, pengendalian, monitoring, evaluasi dan pelaporan.
  1. Tingkat Provinsi
    Untuk meningkatkan koordinasi antar instansi di tingkat Provinsi, Gubernur membentuk Tim Pembina PUAP tingkat Provinsi yang terdiri dari Tim Pengarah dan Tim Pelaksana. Tim Pengarah PUAP Provinsi adalah juga merupakan Tim Pengarah PNPM Mandiri Provinsi. Tim Pelaksana diketuai oleh salah satu Kepala Dinas Lingkup Pertanian dengan Sekretaris adalah Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) sedangkan anggota berasal dari instansi terkait lainnya.

    Tugas utama dari tim pembina tingkat Provinsi adalah merumuskan kebijakan teknis pengembangan PUAP sebagai penjabaran dari kebijakan umum yang dirumuskan oleh Tim Pusat, mengkoordinasikan pelaksanaan PUAP dengan PNPM Mandiri di tingkat Provinsi, melakukan koordinasi dan sinkronisasi dengan Kabupaten/Kota.
  2. Tingkat Kabupaten/Kota
    Untuk meningkatkan koordinasi antar instansi, Bupati/Walikota membentuk Tim Teknis PUAP tingkat Kabupaten/Kota yang terdiri dari Tim Pengarah dan Tim Pelaksana. Tim Pengarah PUAP Kabupaten/Kota adalah juga merupakan Tim Pengarah PNPM Mandiri Kabupaten/Kota. Tim Pelaksana diketuai oleh salah satu Kepala Dinas Lingkup Pertanian dan Sekretaris adalah Kepala Kelembagaan yang menangani Penyuluhan Pertanian, sedangkan anggota Tim Pelaksana adalah Penyelia Mitra Tani (PMT) dan instansi terkait lainnya.

    Tugas utama dari tim Teknis Kabupaten/Kota adalah merumuskan kebijakan teknis pengembangan PUAP sebagai penjabaran dari kebijakan umum Pusat dan kebijakan teknis Provinsi, mengkoordinasikan pelaksanaan PUAP dengan PNPM Mandiri di tingkat Kabupaten/Kota, menyetujui RUB yang diusulkan GAPOKTAN dan melakukan pengendalian pelaksanaan PUAP di tingkat Kecamatan dan Desa.
  3. Tingkat Kecamatan
    Untuk meningkatkan koordinasi antar instansi di tingkat Kecamatan, maka Bupati/Walikota membentuk Tim Teknis tingkat Kecamatan. Tim Teknis Kecamatan diketuai Camat dibantu oleh Kepala Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) sebagai sekretaris, Kantor Cabang Dinas Pertanian (KCD) dan Kepala Desa lokasi PUAP sebagai anggota.
Tugas utama dari Tim Teknis Kecamatan adalah melaksanakan kebijakan teknis yang dirumuskan oleh Bupati/Walikota dan pengendalian pelaksanaan PUAP di tingkat Desa lingkup kecamatan.
  1. Tingkat Desa
    Pelaksana PUAP di tingkat Desa terdiri dari GAPOKTAN, Penyuluh Pendamping dan Penyelia Mitra Tani. GAPOKTAN ditetapkan/dikukuhkan oleh Bupati/Walikota.
Penyuluh Pendamping setelah mengikuti pelatihan mengisi Formulir 3 sebagai data dasar penempatan dan penugasan yang diberikan oleh Bupati/Walikota. Tugas utama Penyuluh Pendamping adalah:

  1. Melakukan identifikasi potensi ekonomi desa yang berbasis usaha pertanian;
  2. Memberikan bimbingan teknis usaha agribisnis perdesaan termasuk pemasaran hasil usaha;
  3. Membantu memecahkan permasalahan usaha petani /kelompok tani, serta mendampingi Gapokan selama proses penumbuhan kelembagaan;
  4. Melaksanakan pelatihan usaha agribisnis dan usaha ekonomi produktif sesuai potensi desa.
  5. Membantu memfasilitasi kemudahan akses terhadap sarana produksi, teknologi dan pasar.
  6. Memberikan bimbingan teknis dalam pemanfaatan dana BLM-PUAP; dan
  7. Membantu GAPOKTAN dalam membuat laporan perkembangan PUAP.
Penyelia Mitra Tani (PMT) mengisi Formulir 4 sebagai data dasar dalam penempatan dan penugasan yang diberikan oleh Departemen Pertanian. Tugas utama PMT adalah :

  1. Melakukan supervisi dan advokasi kepada Penyuluh Pendamping dan GAPOKTAN;
  2. Melaksanakan pertemuan reguler dengan Penyuluh Pendamping dan GAPOKTAN;
  3. Melakukan verifikasi awal terhadap RUB dan dokumen administrasi lainnya; dan
  4. Membuat laporan tentang perkembangan pelaksanaan PUAP.



BAB VI
PEMBINAAN DAN PENGENDALIAN
  1. Pembinaan
    Dalam rangka menjaga kesinambungan dan keberhasilan pelaksanaan PUAP, Tim Pusat melakukan pembinaan terhadap SDM ditingkat provinsi dan Kabupaten/Kota dalam bentuk pelatihan. Disamping itu, Tim Pusat berkoordinasi dengan Tim PNPM-Mandiri melakukan sosialisasi program dan supervisi pelaksanaan PUAP ditingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota.
    Pembinaan pelaksanaan PUAP oleh Tim Pembina Provinsi kepada Tim Teknis Kabupaten/Kota difokuskan kepada: 1) Peningkatan kualitas SDM yang menangani BLM PUAP ditingkat Kabupaten/Kota 2). Koordinasi dan Pengendalian; dan 3) mengembangkan sistem pelaporan PUAP.
Pembinaan pelaksanaan PUAP oleh Tim Teknis Kabupaten/Kota kepada Tim Teknis Kecamatan dilakukan dalam bentuk pelatihan/apresiasi peningkatan pemahaman terhadap pelaksanaan PUAP.
  1. Pengendalian
    Untuk mengendalikan pelaksanaan PUAP, Departemen Pertanian mengembangkan operation room sebagai Pusat Pengendali PUAP berbasis elektronik yang dikelola oleh Pusat Data dan Informasi Pertanian (Pusdatin). Pusdatin sebagai pengelola operation room bertanggungjawab mengembangkan dan mengelola data base PUAP yang mencakup : data base GAPOKTAN, Penyuluh Pendamping, Penyelia Mitra Tani (PMT) dan usaha agribisnis GAPOKTAN. Disamping itu, Pusdatin bertugas mempersiapkan bahan laporan perkembangan pelaksanaan PUAP. Secara rinci alur pembinaan dan pengendalian PUAP dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
Tim Pusat PUAP melakukan pengendalian terhadap pelaksanaan PUAP melalui pertemuan reguler dan kunjungan lapangan ke provinsi dan kabupaten/kota untuk menjamin pelaksanaan PUAP sesuai dengan kebijakan umum Menteri Pertanian dan menyelesaikan permasalahan yang terjadi di lapangan.
Untuk mengendalikan pelaksanaan PUAP di tingkat provinsi, Gubernur diharapkan dapat membentuk operation room yang dikelola oleh Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP). BPTP sebagai sekretariat Tim Pembina PUAP Provinsi dapat memanfaatkan data base PUAP yang dikembangkan Departemen Pertanian sebagai bahan dalam penyusunan laporan Tim Pembina Provinsi kepada Gubernur dan Menteri Pertanian.
Tim Pembina PUAP Provinsi melakukan pengendalian terhadap pelaksanaan PUAP melalui pertemuan reguler dan kunjungan lapangan ke kabupaten/kota dan kecamatan untuk menjamin pelaksanaan PUAP sesuai dengan kebijakan teknis Gubernur serta menyelesaikan permasalahan yang terjadi di lapangan.
Tim Teknis PUAP Kabupaten/Kota melakukan pengendalian terhadap pelaksanaan PUAP melalui pertemuan reguler dan kunjungan lapangan ke kecamatan dan desa untuk menjamin pelaksanaan PUAP sesuai dengan kebijakan teknis Bupati/Walikota serta menyelesaikan permasalahan yang terjadi di lapangan.
Untuk mengendalikan pelaksanaan PUAP di tingkat Kabupaten/kota, Bupati/Walikota diharapkan dapat membentuk operation room yang dikelola oleh Sekretariat PUAP Kabupaten/kota dengan memanfaatkan perangkat keras dan lunak komputer yang disiapkan oleh Departemen Pertanian. Tim Teknis Kabupaten/Kota dapat menugaskan Penyelia Mitra Tani (PMT) untuk menyiapkan bahan laporan.
Tim Teknis PUAP Kabupaten/Kota melakukan pengendalian terhadap pelaksanaan PUAP melalui pertemuan reguler dan kunjungan lapangan ke kecamatan dan desa untuk menjamin pelaksanaan PUAP sesuai dengan kebijakan teknis Bupati/Walikota.
Tim Teknis PUAP Kecamatan melakukan pengendalian terhadap pelaksanaan PUAP melalui pertemuan reguler dan kunjungan lapangan ke desa dan GAPOKTAN untuk menjamin pelaksanaan PUAP sesuai dengan kebijakan teknis Bupati/Walikota.
BAB VII
EVALUASI DAN PELAPORAN
  1. Evaluasi
Evaluasi pelaksanaan kegiatan PUAP oleh Tim Pusat dilaksanakan oleh Kelompok Kerja (POKJA) Monitoring dan Evaluasi yang dibentuk oleh Ketua Tim Pelaksana PUAP. POKJA Monitoring dan Evaluasi melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan PUAP mencakup evaluasi awal, evaluasi pelaksanaan yang sedang berjalan dan evaluasi akhir.
Evaluasi pelaksanaan PUAP di tingkat Provinsi dilakukan oleh Tim Pembina Provinsi. Apabila diperlukan, Ketua Tim Pembina dapat membentuk POKJA Monitoring dan Evaluasi tingkat Provinsi untuk melakukan evaluasi awal, evaluasi pelaksanaan yang sedang berjalan dan evaluasi akhir.
Evaluasi pelaksanaan PUAP di tingkat Kabupaten/Kota dilaksanakan oleh Tim Teknis PUAP Kabupaten/Kota. Apabila diperlukan, Ketua Tim Teknis PUAP Kabupaten/Kota dapat membentuk POKJA Monitoring dan Evaluasi tingkat Kabupaten/Kota untuk melakukan evaluasi awal, evaluasi pelaksanaan yang sedang berjalan dan evaluasi akhir.
  1. Pelaporan
    Sesuai dengan alur pembinaan dan pengendalian PUAP, maka terdapat laporan yang harus disampaikan oleh Tim Teknis Kabupaten/Kota (Formulir 5) dan laporan Tim Pembina Propinsi (Formulir 6) kepada Tim PUAP Pusat.
Disamping secara reguler tersebut, Tim Teknis Kabupaten/Kota, Tim Pembina Propinsi dan Tim PUAP Pusat akan membuat laporan akhir tahun untuk dilaporkan sebagai bagian dari dari laporan PNPM Mandiri.
BAB VIII
P E N U T U P
Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) merupakan langkah terobosan Departemen Pertanian untuk mengurangi kemiskinan dan pengangguran. PUAP merupakan entry point dan perekat bagi seluruh program Departemen Pertanian dan sektor lain yang terkait dalam program PNPM-Mandiri.
Dalam rangka mempercepat keberhasilan PUAP diperlukan berbagai upaya dan strategi pelaksanaan yang terpadu melalui: (1) Pengembangan kegiatan ekonomi rakyat yang diprioritaskan pada penduduk miskin perdesaan melalui peningkatan kualitas SDM; (2) Penguatan modal bagi petani, buruhtani dan rumahtangga tani; dan (3) Penguasaan teknologi produksi, pemasaran hasil dan pengelolaan nilai tambah.
Keberhasilan PUAP sangat ditentukan oleh kerjasama dan komitmen seluruh pemangku kepentingan mulai dari tahap persiapan, pelaksanaan sampai dengan dukungan anggaran dari tingkat pusat sampai daerah.
MENTERI PERTANIAN
ANTON APRIYANTONO


Login SIM PUAP
Propinsi :
Kabupaten/Kota :
User Name :

Password :



I n t e r a k t i f 
= Forum Konsultasi dan Pengaduan
= SMS Center : 0813-808-29-555

Situs Terkait
= Departemen Pertanian
= Pusdatin-Deptan
= Badan SDM Deptan
= Portal Penyuluhan

Berita Pertanian